Sundel Bolong Fakultas Teknik

Hingga saya menuliskan pengalaman saya disini, tanganku terus bergetar jika mengingat kejadian itu kembali. Pasalnya hal itu terjadi di Kampus UI yang jarang sekali saya kunjungi.

Saya berkuliah di IT Telkom Bandung. Jauh sekali dari UI Depok. Namun saya masih sering sekali berkunjung ke Jakarta karena memang keluarga saya tinggal di Jakarta. UI Depok merupakan kampus yang sangat berbeda menurut saya. Lingkungannya yang eksklusif, besar, rindang dan masih berasa nuansa hutan membuat siapa saja nyaman di siang hari, namun berubah menjadi menyeramkan di malam hari. Terutama saya jarang sekali main kesini.

Saya mempunyai saudara sepupu yang berkuliah di Teknik Mesin Fakultas Teknik UI angkatan 2008. Fakultas Teknik merupakan Fakultas yang sedikit berbeda dengan Fakultas lainnya. Jika di malam hari Fakultas Teknik bagian Lobby selalu penuh dengan Mahasiswa yang nge-kost di Kutek yang mencari akses internet cepat dan gratis.

Ketika itu Saudara Sepupu saya meminta diantarkan dengan mobil di malam hari untuk meminjam hardisk yang berisi data untuk tugas kuliahnya. Tanpa banyak bicara, saya langsung saja mengantarkannya ke Fakultas Teknik. Saat tiba di Fakultas Teknik, saya menurunkan saudara saya di Bundaran pintu masuk Teknik dekat dengan halte. Karena sepi, saya tidak perlu parkir, hanya berhenti, mematikan mesin, menurunkan kaca jendela dan menunggu saudara saya hingga kembali.

Sudah 10 menit berlalu saya menunggu di mobil, jok mobil sudah disandarkan, namun saya tetap terjaga untuk tidak tidur, takut kalau nanti ngantuk jika mengemudi. Karena bosan, akhirnya saya menyalakan radio mobil agak keras sambil nyanyi-nyanyi nggak jelas.

Selang beberapa menit tiba-tiba tercium bau kemenyan yang dibakar. Saya mematikan suara radio mobil dan melihat ke kanan dan ke kiri apakah ada yang sedang membakar kemenyan di daerah tempat saya parkir sembarangan ini. Namun setelah melihat ke sekeliling mobil dari dalam saya hanya sendirian disini. Sialnya bau kemenyan tersebut semakin lama berganti menjadi bau anyir darah yang menyengat. Untuk menghilangkan rasa takut, saya menyalakan radio kembali dan memutar volume suara lebih keras.

Inilah yang membuat saya lemas setengah mati. Setelah memutar volume lebih keras, saya menyandarkan punggun ke jok mobil sambil melihat ke arah kanan. Tiba-tiba dari arah kanan terdapat perempuan berambut panjang dengan baju putih panjang. Semacam kuntilanak gentayangan. Celakanya kuntilanak tersebut berjalan ke arah mobil saya dengan pelan dan bergoyang-goyang ke kiri dan ke kanan. Mendadak badan saya lemes seperti pemain bola selesai pertandingan. Konyolnya lagi, sepertinya mata saya ini tidak bisa berkedip dan memalingkan muka untuk tidak melihat penampakan tersebut.

Lama-lama kuntilanak itu mendekat semakin jelas, dan semakin jelas juga kakinya tidak menapak ke tanah. Isi kepala sudah tidak jelas lagi pada saat itu. Saya sudah membayangkan mati-lah, diculik setan-lah atau semacamnya. Ketika ia sudah semakin mendekat sekitar 10 cm dari mobil, tiba-tiba ia membalik badannya dan berjalan menjauh. Disini saya melihat dengan jelas

“SEETAAAN..!! Punggungnya bolong…!!”

Ya, punggungnya bolong dengan darah yang tidak karuan kemana-mana. Ternyata kuntilanak tersebut ialah Sundel bolong! Disini saya benar-benar lemes sampe nggak bisa ngomong sepatah katapun setelah melihat sundel bolong itu.

Lalu sundel bolong itu bergerak semakin jauh dan dari sebelah kiri saya tiba tibat pintu mobil ada yang membuka dan

“Hooii…!!”

Rasanya hampir pingsan denger teriakan tersebut tepat disebelah kuping. Sekejab bau anyir darah dan kemenyan juga hilang.

“Sorry lama, eh kenape lu ji?”

Saudaraku bertanya, dia melihatku heran karena wajahku sangat pucat, tangan gemetar seperti orang kedinginan.

“Bangke luh….. Males gue nganterin lu kemari lagi…. masa horrornya lebih-lebih dari kampus gue”

Kata saya, dan saudara saya membalas.

“Sudah…. makan dulu saana… ada mi ayam spesial”

“Apaan sih, orang gua cuma ngambil hardisk sama nanya-nanya tugas doang”

Dengan nada lemes gua jawab

“Lu nggak nyadar apa!? Sebelah sana ada Sundel Bolong goyang-goyang, kakinya nggak napak gitu. Idung lo mampet apa ya? Ada bau darah sama menyan juga barusan!”

“Lu ngomong apa sih? udah yuk kita cabut!”

Sepertinya dia sadar juga dengan ucapan saya. Dan saya meminta untuk mengganti posisi pengemudi.

“Lu aja yang bawa ri, gua lemes banget…”

Setelah itu kami bertukar posisi. Kami pulang dengan ketakutan, terutama saya yang benar-benar ditampakan oleh Sundel Bolong sialan itu. Pengalaman buruk itu benar-benar membuatku jengkel dan parno jika harus datang ke Fakultas Teknik di malam hari kembali.

by KemuZaleon

Penumpang Gelap di Dalam Mobil

Pengalaman ini saya alami pada tahun 1993. Waktu itu saat dimana saya menjadi panitia Ospek mahasiswa baru FS UI (Sekarang namanya berganti menjadi FIB UI). Sebenarnya saya berencana untuk menginap di kampus seperti Panitia lainnya, namun karena ada barang yang tertinggal dirumah teman saya, kami berencana mengambilnya dan balik ke kampus malam itu juga.

Jam mobil saya menunjukan pukul 12.30 malam. Kami berdua masuk ke dalam mobil dan mengarah langsung keluar kampus. Pada tahun 1993, UI, dan jalan sepanjang Lenteng Agung dan Tanjung Barat tidak seperti sekarang, sangat sepi dan gelap. Tidak ada bangunan-bangunan besar disepanjang jalan seperti saat ini. Masih banyak pepohonan lebat dan ada kuburan di sebelah kiri jembatan kecil.

Setelah kami mengambil jalan belok ke kiri dari Gerbatama UI, kami melewati jalan lama yang berkelok melewati jembatan. Pada tahun 1993 belum ada jalan tembus dari Gerbatama ke Universitas Pancasila. Saya menyalakan lampu besar karena sangat gelap sekali. Pada saat ingin melewati jembatan, Terdapat sesosok kuntilanak yang sedang duduk di bahu jembatan.

Teman saya berkata.

“Jo, lu liat kuntilanak lagi duduk nggak barusan?”

Saya hanya terdiam, merinding ketakutan. Saya melihat juga apa yang dilihat oleh teman saya itu. Namun lebih dari itu, ketika teman saya mengatakan hal tersebut saya melihat ke spion belakang. Celaka! Kuntilanak Tersebut duduk di kursi belakang mobil kami.

Saya-pun menelan ludah, gemetar dan tidak berani lagi untuk melihat ke arah spion.

Dalam hati saya berkata kepada kuntilanak itu.

“Kalau lu mau nebeng ikut, silahkan aja tapi jgn ganggu kita”

Ketika saya mengatakan hal tersebut teman saya baru sadar dan terlihat gugup. Kami berdua tidak ada yang berani untuk mengatakan apapun, terus terdiam sepanjang perjalanan.

Sepanjang perjalanan diiringi pohon-pohon besar, jalanan yang gelap dan sepi sekali saya terus mengemudi dan dipenuhi oleh bayang-bayang kuntilanak di kursi belakang. Saya tidak tahu apakah dia masih menumpang dibelakang atau tidak. Tapi batin saya merasakan bahwa ia masih, masih duduk dibelakang dan mengintai setiap gerak-gerik kami. Anehnya selama perjalanan dari saya bertemu dengan kuntilanak, saya tidak menemukan satupun mobil yang berjalan ke arah sama dengan kemana kami pergi.

Akhirnya ketika kami sampai di Pasar Minggu, hawa mistis dari penumpang belakang sudah hilang, karena jalanan sudah mulai ditemukan orang-orang dan mobil-mobil lain di daerah Pasar. Saya pun memberanikan diri untuk melihat ke spion belakang dan ternyata benar kuntilanak tersebut sudah turun entah dimana. Saya pun bercanda untuk mengubah suasana dalam mobil yang horror.

“Sialan itu Kunti, udh nebengnya diam-diam lalu turun kaga bayar ongkos lagi…!!”

Kami berduapun tertawa. Setelah kami sampai dirumah teman saya, kami memutuskan untuk tidak kembali ke kampus hingga fajar menyingsing.

Penunggu Jalan Tembus Stasiun

Waktu itu memang terlalu larut untuk mahasiswa pulang kembali ke Kosan. Namun demi membawa nama Jurusan agar menjadi juara di ajang Pertemuan Tahunan (kini lebih dikenal dengan nama Petang Kreatif), Saya dan teman-teman saya rela pulang terlalu malam untuk berlatih teater.

Di Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya memang unik. Mereka mempunyai cara sendiri untuk menonjolkan kebolehan tiap jurusan dalam mendidik juniornya. Bukan dengan cara kasar, apalagi kekerasan Fisik. Disini para senior melatih mahasiswa baru untuk bermain dan bekerja sama mementaskan sebuah penampilan teater. Nantinya pada ujung semester pertama untuk Mahasiswa Baru mereka akan diadu kebolehannya dalam bermain teater di ajang Pertemuan Tahunan. Pemenangnya tentunya mendapatkan kebanggan tersendiri dan rasa haru yang luar biasa.

Zaman saya masih mahasiswa mungkin tidak seperti sekarang yang sangat mudah mendapatkan fasilitas kendaraan dari orang tuanya seperti motor maupun mobil. Fasilitas Bis Kuning kampus juga hanya terbatas hingga jam 8. Terpaksa jika kita pulang lebih dari jam tersebut, Biasanya kita pulang bersama-sama teman yang satu arah.

Hampir setiap hari saya dan ketiga teman saya pulang dari FIB tempat kami berlatih teater menuju gang Kober demi mempersiapkan pementasan kami. Untuk menuju gang Kober, kami biasa melewati hutan yang menjadi jalan pintas menuju Stasiun UI dari FISIP UI (sekarang hutan di sebelah utara telah berubah menjadi kandang rusa).  Kami biasa pulang sekitar jam 12 hingga jam 3 subuh tergantung dari seberapa besar kemampuan kita pada saat itu. Namun selama 3 bulan kami berlatih untuk persiapan pementasan, ada 1 hari yang masih teringat jelas di kepalaku.

Malam itu saya tidak mengira sesuatu yang buruk akan terjadi. Berkali-kali kami melewati jalan tembus Stasiun UI memang terasa mengerikan, namun hal tersebut menjadi biasa karena hampir setiap hari kita lewati. Jam tanganku menunjukan pukul 01.51 tengah malam. Latihan teater baru saja selesai dan kami ber-empat bergegas pulang melewati jalan tembus.

Saya, Fino, Adit dan Taufik berjalan seperti biasa menuju jalan tembus, biasanya kami selalu mengobrol ataupun bercanda di tengah perjalanan, tujuannya tidak lain memecah keheningan agar di perjalanan tidak begitu membosankan. Namun kali ini kami ber-empat hanya diam saja sepanjang perjalanan. Mungkin kami semua lelah karena latian teater tinggal beberapa pertemuan lagi dan kami sebagai maba harus tampil ekstra keras untuk mendapatkan juara itu.

Adit memimpin di depan, dia memang memiliki langkah yang lebih panjang dibandingkan dengan kami semua. sesaat kita memasuki jalan pintas tersebut,  udara yang lebih dingin selalu terasa seperti biasa, begitupula dengan bulukuduk berdiri juga sudah biasa, toh selama ini kami tidak pernah menemukan apa-apa, apalagi kami ber-empat. Namun persis di tengah-tengah jalan tembus tersebut Adit menghentikan langkah kakinya, mendangakan kepalanya keatas, bengong sambil menyiapkan diri untuk kabur.

“Se… Se… SETAAANN…..!!!!”

Adit berteriak dan berlari ke belakang melewatiku, saya dan teman-teman lainnya pun mengikuti sambil berteriak tidak karuan ke arah FISIP. Fikiranku sudah tidak jelas, rasanya hampir saja aku ngompol karena ketakutan. Kami berlari ketakutan tanpa tujuan, untungnya di dekat FISIP kami bertemu rombongan kakak kelas kami yang selesai rapat membahas latihan teater kami.

Muka saya pucat, begitupula dengan yang lainnya. Jantung masih berdebar, nafas ngos-ngosan, kaki dan tangan pun gemetar. Padahal pada saat Adit berhenti mendadak, aku langsung menunduk kebawah karena takut melihat ada sesuatu di depan sana. Yang dilihat Adit, Fino dan Taufik ialah sosok seperti Genderuwo berwarna putih sebesar pohon sambil goyang-goyang, konyolnya Adit justru malah menatap wajah dari Genderuwo tersebut.

Semenjak kejadian itu, aku tidak pernah berani melewati jalan tembus tersebut di malam hari meski bersama-sama teman.

by nikkocute

Langkah Misterius di Gedung B FIK UI

Cerita ini saya alami pada bulan Januari 2009. Sembari kuliah, di Fakultas Ilmu Keperawatan (FIK), saya adalah seorang webdesigner yang sering menerima order untuk jasa pembuatan website. Maka dari itu saya sering menyelesaikan pekerjaan hingga menginap di kampus untuk mendapatkan koneksi internet kecepatan tinggi.

Malam itu adalah malam yang tidak dapat saya lupakan, terutama karena saya melewatkan malam itu dengan bergadang di Fakultas Ilmu Keperawatan bersama dua orang satpam yang sudah saya kenal akrab, padahal malam itu adalah malam minggu (baca: kasihan). Waktu menunjukan pukul 23.45 WIB. Saya menggelar tikar yang sengaja saya bawa dari rumah di dekat pos satpam yang terletak di gedung A lantai bawah. Saya sengaja menggelar tikar di gedung A karena pada malam itu hanya ada saya dan kedua satpam itu yang berada di Fakultas Ilmu Keperawatan.

Pada malam itu yang bertugas ialah Pak Toto dan Pak Adin. Pak Toto merupakan satpam senior yang sudah lama menjadi security di Fakultas Ilmu Keperawatan. Sedangkan Pak Adin jauh lebih muda. Setelah saya selesai menyiapkan peralatan komputer, Pak Toto menegur saya.

“Mas, kita mau patroli dulu ya ke belakang…..”

Saya pun mengangguk tanpa suara. Tidak lama mereka pergi dan meninggalkan saya sendirian di Gedung A. Damn..!! Perasaan saya tidak enak pada saat itu, aura semangat bekerja berubah menjadi tegang karena saya belum pernah sebelumnya sendirian nge-net di Gedung A. Untuk mengurangi rasa takut, saya putar dengan keras koleksi murrotal Qur-an di laptop dan bibirpun ikut melantunkannya.

Kedua satpam itu menyeusuri tiap kelas yang ada di gedung A dan gedung B. Gedung A merupakan gedung 2 lantai yang dibangun lebih dahulu dan terletak di depan Fakultas. Sedangkan gedung B yang dibangun setelah gedung A memiliki 5 lantai. Konon di gedung B ini hantu wanita berbaju merah (lady in red) sering mampir ke koridor dan ruang kelas yang berada di lantai-lantai atas gedung B.

Berselang beberapa menit, terdengar suara langkah kaki orang berlari.

“Drap… Drap…. Drap… Drap…”

Semakin lama suara itu terdengar semakin jelas kearah saya berada

“Drap..!. Drap….!! DRAP…!!! DRAP…!!!!!  Mas…!! Mas….!! Hufh…!!”

Pak Toto berhenti berlari dihadapanku dengan muka sangat pucat.

“Ke, ke, Kenapa pak…? loh kok sendirian baliknya pak, nggak barengan sama pak Adin?”

Saya bertanya heran dengan memasang wajah santai, padahal saya juga deg-degan.

“A… A… Adin…. Nggak tau kemana dia, saya kira dia sudah balik kesini”

Tidak lama selang beberapa menit pak Adin yang berwajah kesal datang dan berbicara dengan nada keras kepada Pak Toto

“To! Kemana aja lu? Gua tunggu di atas nggak nongol-nongol, sampe bau menyan lagi! Untungnya gua turun nggak nungguin elu, eh elu malah disini duluan!”

Setelah mereka bertemu dan bercerita kepada saya. Ternyata pak Toto mengalami pengalaman yang tidak mengenakan. Setiap malam mereka selalu melakukan patroli tengah malam berdua di Gedung B karena memang terkenal horror dari dulu. Kecuali pada malam itu, mereka melakukan pengecekan ruangan sendiri-sendiri agar lebih cepat. Mereka sepakat untuk mengecek ruangan di lantai kedua dan bertemu kembali di ruang 202. Ketika pak Toto sudah selesai ia mencari pak Adin di ruang 202 namun tidak kunjung muncul. Pak Toto fikir Adin sudah turun duluan dan ia berjalan menuju tangga darurat. Di tangga darurat inilah ia mendengar suara langkah kaki di tangga tersebut.

Tangga darurat tersebut biasanya mereka gunakan untuk ngumpet ketika ingin merokok di jam kerja siang. Namun dalam suasana gelap seperti tidak mungkin ada yang menegur ketika mereka merokok. Suara langkah kaki tersebut makin jelas mengarah ke lantai atas, Pak Toto pun mengikuti langkah kaki tersebut hingga sampai lantai 3 yang jauh lebih gelap dari lantai 2.

Ketika di lantai 3, Pak Toto merasa ruangan menjadi lebih dingin dan bulukuduknya berdiri. Suara langkah kaki hilang dan ia berteriak ketakutan;

“Din!!! Dimana luu..!!?? lu ngapain ngumpet kalau mau ngerokok jam segini!!??”

Tiba-tiba Pak Toto mendengar suara Adin dari bawah berteriak; “To!! Dimana luu…??? Merinding nih gue sendirian…!!”

Pak Toto pun sadar bahwa ia dikerjai oleh penunggu di Gedung B. Tanpa habis piker, ia lari terbirit-birit menuju tempat saya berada. Pantas saja pak Toto pucat sekali wajahnya, ia mengikuti suara langkah kaki makhluk halus hingga ke lantai 3.

Begitulah pengalaman cerita hantu saya selama saya kuliah di UI. Cerita ini saya akhiri dengan perkataan pak toto dengan tangan bergetar memegang gelas air minum

“Sialan!! Gua dikerjain lagi malam ini. Udah lama gua nggak main sama tu setan!! Apes….!!!”

by Ramadoni